Kamis, 11 November 2010

bahan pakan bersumber limbah

BAHAN PAKAN ALTERNATIF BERSUMBER LIMBAH

 Bahan Pakan Bungkil
Oil meal merupakan bungkil protein yang dihasilkan dari biji-bijian yang mengandung minyak. McDonald dkk. (2001) menyatakan bahwa Oil meal adalah limbah yang sangat berguna dan merupakan residu dari ekstraksi minyak. Lebih lanjut Orskov (1988) menyatakan bahwa oil meal mengandung protein (200 – 500 g/ kg) dan ME tinggi. Bungkil atau oil meal diperoleh dari expeller process pada ekstraksi minyak. Proses pembuatan oil meal ini pada prinsipnya adalah dilakukan penyaringan minyak terlebih dahulu, kemudian akan tersisa bungkilnya. Proses pembuatan bungkil yaitu bahan yang akan disaring minyaknya dikeringkan terlebih dahulu kemudian dilakukan pemanasan. Setelah bahannya masak kering, kemudian bahan tersebut digiling dan dilakukan pengepresan atau penyaringan.
Beberapa jenis oil meal yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut: (1) Soy bean oil meal. Bungkil ini diperoleh dari hasil pembuatan minyak kacang kedelai; (2) Peanut oil meal. Bungkil ini diperoleh dari hasil pembuatan minyak kacang (khususnya kacang tanah); dan (3) Linseed oil meal.
Bungkil merupakan bahan pakan sumber protein. Oleh karena itu, penggunaan bungkil sebagai bahan pakan dilakukan dalam jumlah besar. Akan tetapi, terdapat batasan penggunaan bungkil pada ternak, karena pada bungkil mengandung glukosinolat dan asam erucat, contohnya yaitu bungkil rapeseed. Salah satu pembatas pemanfaatan bungkil kacang tanah pada ternak adalah adanya kontaminasi aflatoksin (Orskov, 1988).
Bungkil yang sering digunakan dalam industri pakan ternak contohnya adalah bungkil kacang tanah, bungkil kedelai, bungkil biji kapuk dan bungkil biji bunga matahari.


1. Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah mengandung 45 – 50 % protein kasar, memiliki kandungan metionin dan sistin yang tinggi dan defisiensi lisin. Bungkil kacang tanah teridentifikasi mengandung senyawa racun aflatoxin dan Aspergillus flavus (McDonald dkk., 2001).
2. Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai mengandung 44 – 50 % protein kasar dan 5 – 6 % oligosakarida. Bungkil kedelai juga memiliki sejumlah racun, substansi stimulator dan inhibitor. Contohnya yaitu, senyawa goitrogen ditemukan pada bungkil ini dan penggunaannya dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit gondok pada ternak. Bungkil ini juga mengandung antigen yang berbahaya pada ternak preruminansia. Inhibitor tripsin pada bungkil ini, pada ternak nonruminansia dapat menghambat kecernaan protein. Saponin dan hemaglutinin pada bungkil kedelai dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Bungkil ini juga mengandung estrogen tanaman yang merupakan material growth promotor.
3. Bungkil Biji Kapuk
Bungkil biji kapuk mengandung potein 41 %, miskin akan sistin, metionin, lisin, karoten, dan Ca, meskipun palatabel bagi ruminansia. Bungkil ini mengandung pigmen kuning gosipol, yang beracun bagi nonruminansia, terutama pada ternak babi dan ayam. Toksisitas gosipol dapat dicegah dengan penambahan ferosulfat dan garam logam (Pond dkk., 1995).
4. Bungkil Biji Bunga Matahari
Bungkil biji bunga matahari mengandung SK 11 – 13 %, dan kandungan lisinnya sangat rendah, maka penggunaannya pada ternak nonruminansia harus dibatasi. Kombinasi protein (40 – 45 %) dan serat yang tinggi membuat bungkil ini cocok untuk ternak ruminansia, terutama ternak perah dan kambing (Cheeke, 1999).


 Zat Yang Penting Bagi Bahan Pakan
Molasses
Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 0,6 %; BETN 83,5 %; lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %.
Molasses dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Cane-molasses, merupakan molasses yang memiliki kandungan 25 – 40 % sukrosa dan 12 – 25 % gula pereduksi dengan total kadar gula 50 – 60 % atau lebih. Kadar protein kasar sekitar 3 % dan kadar abu sekitar 8 – 10 %, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Cl, dan garam sulfat; (2) Beet-molasses¬ merupakan pakan pencahar yang normalnya diberikan pada ternak dalam jumlah kecil (Cheeke, 1999; McDonald dkk., 2001).
Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15 – 25 % dan cairan tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. Molasses yang diberikan pada level yang tinggi dapat berfungsi sebagai pencahar, akibat kandungan mineralnya cukup tinggi. Mollases dapat diberikan pada ternak ayam, babi, sapi dan kuda. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian mollases pada ransum ternak ruminansia adalah sebanyak 5 % yang terdiri dari jagung, dedak padi, tepung ikan, rumput gajah secara nyata dapat meningkatkan bobot badan. Akan tetapi penggunaan lebih dari 5 % akan berdampak negatif, yaitu berkurangnya peningkatan bobot badan karena energi pakan yang dihasilkan terlalu tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, molases sering dimasukkan ke dalam ransum sebanyak 2 sampai 5 % untuk meningkatkan palatabilitas pakan. Molases dapat berfungsi sebagai pellet binder yang dalam pelaksanaanya dapat meningkatkan kualitas pelet. Penggunaan molasses pada industri pakan dengan level diatas 5 – 10 %, molasses dapat menyebabkan masalah, karena kekentalan dan terjadi pembentukan gumpalan pada mixer. Molases juga dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk sejumlah industri fermentasi.
Selain memiliki fungsi yang bermanfaat sebagai pakan ternak, molasses juga dapat menyebabkan keracunan (molasses toxicity). Gejala-gejala yang dapat terlihat yaitu terjadinya inkoordinasi dan kebutaan yang disebabkan oleh deteorisasi otak yang hampir sama dengan nekrosi serebrokortikal. Keracunan tersebut kemungkinan disebabkan oleh defisiensi thiamin (Vitamin B1), menurunnya suplai glukosa ke dalam otak dan rumen statis. Pemberian hijauan berkualitas baik pada ternak dapat mencegah terjadinya keracunan tersebut.
Contoh dari penggunaan molasses dalam ransum pakan yaitu melalui pengolahan pakan UMB (Urea Molasses Block) yang merupakan sumber protein (Non Protein Nitrogen), energi dan mineral yang banyak dibutuhkan temak. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan urea molasses block antara lain molasses sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen (protein) dan bahan pengisis berupa dedak padi,gandum, bungkil kelapa, bungkil biji kapuk, sebagai bahan pengeras dipakai bentonit, tepung batu gamping dan sebagai bahan tambahan dipakai garam dapur dan mineral campuran.
 Limbah Pertanian
Limbah pertanian adalah bagian utama diatas atau pucuknya yang tersisa setelah panen atau diambil hasil utamanya. Beberapa contoh dari limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan ternak diantaranya jerami padi, jerami jagung, jeramai kacang tanah dan jerami kedelai.
Limbah pertanian umumnya mempunyai kualitas yang rendah sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar, teknologi penggunaannya untuk ternak, umumnya mempunyai protein yang rendah, kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman pangan.
Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya kepada ternak perlu penambahan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya. Berikut ini adalah komposisi kimia limbah pertanian yang digunakan sebagai makanan ternak.
Bahan Abu PK Lemak SK Beta-N
Jerami jagung 8,42 4,77 1,06 30,53 55,82
Jerami padi 19.97 4,51 1,51 28,79 45,21
Jerami kacang tanah 18,69 11,06 1,80 29,92 38,21
Jerami kedelai 7,56 10,56 2,82 36,28 42,8

 Limbah Industry Perkebunan
A. Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah industry kelapa yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung dengan cara pengolahan dan mutu bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaiannya terutama untuk monogastrik perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya, karena bungkil kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa bisa digunakan untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40-50% dan ruminansia 30%.
B. Limbah Industry Coklat (Theobroma cacao)
Limbah industry coklat adalah kuli buah, kulit biji dan lumpur coklat. Kulit buah merupakan 71% dari buah sedangkan kulit biji coklat sekitar 15%. Limbah industry coklat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak ruminansia karena tidak mudah didegradasi dalam rumen. Namun bahan ini mengandung zat racun.
Kulit buah coklat mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji coklat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah coklat pada unggas dan babi bisa sekitar 10-24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30-40%.
C. Limbah Industry Kelapa Sawit
Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan sawit dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (crude palm oil), inti kelapa sawit, serat kelapa sawit dan lumpur kelapa sawit. Tahap kedua adalah pengolahan inti kelapa sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit dan bungkil kelapa sawit. Tiga jenis limbah industry kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak adalah bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka konversi kelapa sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti sawit 40-60% dari inti.
Komposisi bungkil kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan serat kasar dan lemak kasar, tergantung pada cara pengolahan dan bahan baku yang dipakai. Dibandingkan dengan bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit mempunyai kadar protein yang rendah. Kadar asam amino yang menjadi factor pembatas adalah methionin, sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik.
Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanyak 20% pada unggas dan babi, dan 30-40% pada ruminansia. Kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk ransum ruminansia. Serat kelapa sawit dapat diberikan sebanyak 15-35% dari ransum.
Produk utama dari industry kelapa sawit yaitu crude palm oil (CPO) merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya lebih mahal. Selain murah penggunaan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning dalam pakan sehingga menambah nilai jual kerena pakan yang berwarna kuning lebih disukai peternak dibandingkan dengan pakan yang berwarna pucat. CPO yang baik mempunyai kandungan lemak 99,5%, kandungan air tidak lebih dari 0,5%.
D. Limbah Industry Gula (Saccharum officanarum)
Limbah industry gula dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah seperti pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse) dan blotong.
Pucuk tebu digunakan sebagai hijauan makanan ternak pengganti rumput gajah tanpa ada pengaruh negative pada ternak ruminansia. Ampas tebu (bagasse) merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin. Mengingat tingginya serat kasar, ampas tebu hanya bisa digunakan untuk ternak ruminansia sebanyak 25%.
Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng. Kelemahannya kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam ransum unggas sebesar 5-6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.
E. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Industry pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun dan hati buah nanas sebanyak 30-40%. Bila buah nanas tersebut diproses menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas nanas masih mengandung kadar gula tinggi dan serat kasarnya juga cukup tinggi tetapi proteinnya rendah.
Berikut ini adalah hasil analisis proksimat bahan pakan yang berasal dari limbah industry.
Bahan BK Abu PK Lemak SK Beta-N Ca P
Bungkil kelapa 88,5 6,36 18,58 12,55 15,38 37,26 0,08 0,52
Kulit buah coklat 93,47 11,63 8,01 1,28 40,08 38,49 0,58 0,18
Kulit biji coklat 88,10 7,57 16,16 8,36 20,94 46,80 0,34 0,39
Lumpur sawit 90,5 8,56 8,56 24,10 32,01 2,10 - -
Bungkil sawit 88,32 15,83 15,83 2,94 33,01 43,21 0,40 0,71
Serat sawit 91,45 7,02 7,02 14,67 36,14 35,18 0,48 0,18
Pucuk tebu 24,77 5,47 5,47 1,37 37,90 45,06 0,47 0,34
Bagasse 87,1 1,45 1,45 0,70 48,00 44,55 0,09 0,08
Tetes 82,4 3,95 3,95 0,29 0,40 84,40 0,89 0,14
Ampas nanas 89,6 4,5 4,5 15,8 1,60 63,9 - -

F. Ampas Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2007e).
Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan(Husin, 2007).
Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007).
Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2. berikut:
Kandungan Kadar (%)
Abu
Lignin
Selulosa
Sari
Pentosan
SiO2 3,82
22,09
37,65
1,81
27,97
3,01
Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu
Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas, particleboard, fibreboard, dan lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, 1992).











DAFTAR PUSTAKA

http://cisaruafarm.com/bahan-baku-pakan/limbah-k-sawit/ Diakses pada 15 Oktober 2010 pukul 15.30
http://priyonoscience.blogspot.com/2009_03_01_archive.html Diakses pada 15 Oktober 2010 pukul 15.33
http://intannursiam.wordpress.com/2010/08/25/bahan-makanan-ternak-limbah-industry-perkebunan/ Diakses pada 15 Oktober 2010 pukul 15.35
http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampas-tebu.html Diakses pada 19 Oktober 2010 pukul 12.20
http://www.pdf-searcher.com/LIMBAH-PADAT-PENGOLAHAN-MINYAK-SAWIT-SEBAGAI-SUMBER-NUTRISI-TERNAK-....html Diakses pada 19 Oktober 2010 pukul 12.15

pisang sebagai bahan pakan alternatif

KULIT PISANG SEBAGAI BAHAN PAKAN ALTERNATIF


Pisang (Musa Paradisiaca) merupakan salah satu tanaman buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bahkan menjadi tulang punggung banyak masyarakat yang dijadikan sebagai bahan industri.namun yang sampai saat ini belum ada yang membuka industri kulit pisang yang ternyata banyak sekali manfaatnya, khususnya untuk meningkatkan produksi ternak unggas. Selain itu Kulit buah pisang merupakan makanan lezat bagi ternak seperti kambing, sapi, babi dan lain-lain. Kulit buah pisang ini bernilai gizi cukup tinggi. (Munadjim. 1983. Pada industri pengolahan pisang, kulit pisang merupakan limbah, hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai makanan ternak tanpa harus diolah terlebih dahulu.

 Analisis Proksimat Kulit Pisang

Hasil analisis proksimat untuk pengukuran kadar: protein, lemak, BETN, serat kasar, abu, kalsium dan phosphor, ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) antara pengeringan oven dan jemur, kecuali untuk kadar air dan energi.
Hasil analisis kulit pisang di Indonesia menunjukkan bahwa kulit pisang memiliki kandungan – kandungan makanan yang cukup tinggi. Untuk lebih jelasnya komposisi kulit pisang dapat dilihat dari tabel :

Unsur Jumlah
Air (%)
Karbohidrat (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Kalsium (mg/100gr)
Fosfor (mg/100 gr)
Besi (mg/100 gr)
Vitamin : A (mg/100gr)
B (mg/100gr)
C (mg/100gr) 68,90
18,50
2,11
0,32
715
117
1,6
-
0,12
17,5
 Sifat Fisik Dan Kimia Kulit Pisang
Pengolahan kulit pisang menjadi produk tepung adalah salah satu upaya menanggulangi limbah kulit pisang, sehingga mempunyai manfaat dan bernilai ekonomi. Menurut penelitian beberapa ahli Kulit pisang dijadikan tepung dengan cara di-blender menghasilkan sifat seperti dibawah ini :
• Sifat Fisika
- Tekstur tepungnya halus
- Panjang : 12 – 18 cm
- Warna : Coklat Tua
• Sifat Kimia
- Mudah teroksidasi, dengan ditandai oleh perubahan warna pada kulit pisang.
- Memiliki nilai gizi yang cukup tinggi


 Analisis Kecernaan Kulit Pisang

Tingkat kecernaan, konsumsi dan efisiensi penggunaan nutrisi bahan pakan asal limbah atau hasil sisa tanaman dipengaruhi oleh tingkat kandungan berbagai senyawa kimiawi yang bersifat penghambat (inhibitor). Pada bahan pakan asal tanaman pangan faktor penghambat didominasi oleh kelompok senyawa fenolik polimer seprti lignin yang terdapat di dalam dinding sel. Pada batang dan daun pisang kandungan lignin mencapai 12% (ROXAS et al., 1996; QUIROS et al., 1996). Rendahnya kecernaan bahan kering tanaman pisang (42%) kemungkinan terkait dengan kadar lignin dan tannin.


 Fakta Manfaat Kulit Pisang Untuk Pakan Unggas

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui potensi tepung kulit pisang sebagai pakan ayam broiler untuk menghasilkan daging yang mengandung kolesterol rendah. Sebanyak 20 ekor ayam broiler digunakan dalam desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ayam broiler diberikan pakan buatan yang mengandung tepung kulit pisang dengan kadar yaitu 30%, 50% dan 70% dalam 100 gram pakan, sedangkan kontrol diberikan pakan buatan tanpa tepung kulit pisang. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Pakan buatan diberikan setiap pagi dan sore sebanyak 100 g/ekor, serta air minum diberikan secara ad libitum. Pakan buatan yang mengandung tepung kulit pisang dengan kadar 30%, 50%, dan 70% menurunkan konsumsi ransum, bobot badan, berat karkas, namun meningkatkan konversi ransum. Pakan buatan yang mengandung tepung kulit pisang dengan kadar 30%, 50%, dan 70% tidak mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah, menurunkan kadar kolesterol daging, meningkatkan kadar kolesterol hati dan feses. Pakan buatan yang mengandung tepung kulit pisang dengan kadar serat 30%, 50% dan 70% dapat diterima sebagai alternatif pakan ayam broiler untuk menghasilkan daging dengan kadar kolesterol rendah. Penggunaan tepung kulit pisang sebagai bahan pakan ayam broiler sebaiknya pada kadar 30% atau 50%. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, berat karkas, kolesterol daging menghasilkan nilai yang cukup baik. Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa pemberian pakan buatan yang mengandung tepung kulit pisang dapat menghasilkan daging ayam broiler dengan kadar kolesterol rendah.


 Literatur

http://lppm.upi.edu/penelitian/index.php?lemlit=detil&id=446
http://www.pdf.kq5.org/search/fermentasi+kulit+pisang+untuk+pakan+kambing